
Jakarta –
Masyarakat Indonesia tengah memperingati Hari Santri Nasional. Peringatan yg jatuh setiap 22 Oktober itu tidak lepas dari kiprah santri. Siapa pencetusnya?
Peran para santri kelihatan pada masa pra-kemerdekaan. Sejarah mencatat pertolongan para santri dan ulama buat Indonesia pada masa itu.
Baca juga: Fakta Kakek Prabowo Rm Margono Jadi Jagoan Nasional |
Peran Santri dan Pondok Pesantren sebelum Kemerdekaan
Peran santri dan pondok pesantren dalam menjaga kemerdekaan Indonesia yakni sebuah hal yang tidak sanggup dipisahkan dari sejarah panjang usaha bangsa. Sejak masa pra-kemerdekaan, para ulama dan santri telah mengambil posisi strategis selaku pemimpin dalam aneka macam perlawanan rakyat melawan penjajah. Tidak hanya menjadi sentra pendidikan agama, pondok pesantren juga menjadi basis perlawanan yg melibatkan segala unsur santri dan ulama dalam usaha heroik.
Dikutip dari buku Detik-detik Penetapan Hari Santri goresan pena Ahmad Zayadi dkk, Sejak kala kolonialisme, para ulama dan santri telah menampilkan kiprah pentingnya dalam gerakan perlawanan, yg salah satu umpamanya yakni pada masa Perang Jawa yg dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Perang besar ini menjadi simbol perlawanan bangsa terhadap kolonialisme, dan ulama-santri menjadi salah satu kekuatan utama yang mendukung usaha Diponegoro.
Setelah penangkapan Pangeran Diponegoro, usaha tidak berhenti. Ulama-santri di aneka jenis daerah Indonesia terus melanjutkan perlawanan terhadap penjajah. Nama-nama besar seumpama Kyai Abdullah Salam Jombang, Kyai Umar Semarang, Kyai Muta’ad Cirebon, dan Kyai Hasan Basyari Tegalsari Ponorogo menjadi tokoh-tokoh penting yang memimpin gerakan perlawanan di aneka jenis tempat bareng dengan murid-murid mereka.
Puncak dari kiprah santri dalam usaha melawan penjajah terjadi pada di ketika Resolusi Jihad dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi ini menjadi permohonan jihad bagi seluruh umat Islam untuk menjaga kemerdekaan Indonesia yang gres saja diproklamirkan.
Fatwa jihad ini menggerakkan ribuan santri dan ulama untuk berjuang melawan penjajah, utamanya di medan peperangan Surabaya pada 10 November 1945. Pertempuran ini kemudian dimengerti selaku Hari Pahlawan, di mana para santri dan ulama berada di garis depan untuk menjaga NKRI dari serangan sekutu.
Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari menjadi bukti positif bagaimana santri dan pesantren tidak hanya berperan dalam pendidikan agama, tetapi juga dalam menjaga kedaulatan bangsa. Para ulama-santri yg terlibat dalam perlawanan ini menyadari bahwa menjaga kemerdekaan yakni bab dari kiprah keagamaan mereka, sebagaimana yg diajarkan dalam Islam. Maka dari itu, usaha para santri tidak hanya dimaknai selaku perlawanan fisik, tapi juga selaku bentuk jihad fi sabilillah.
Setelah kemerdekaan, kiprah santri dalam menjaga keutuhan NKRI tidak berhenti. Pada tahun 1945, santri menjadi salah satu kekuatan yang menyepakati abolisi tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Di tahun-tahun berikutnya, santri tetap berada di garis depan dalam menjaga keutuhan bangsa.
Pencetus Hari Santri Nasional
Masih mengacu sumber yang sama, aktivis Hari Santri Nasional pertama kali disampaikan oleh KH Thoriq Darwis, seorang kiai dari Pondok Pesantren Babussalam yg berlokasi di Banjarrejo, Pagelaran, Malang, Jawa Timur.
Ketika itu Jokowi masih menjadi kandidat presiden dan berkunjung ke pesantren tersebut, KH Thoriq Darwis meminta gampang-mudahan pemerintah menegaskan hari khusus bagi santri. Jokowi menyambut baik tawaran tersebut dan berjanji untuk memperjuangkannya jikalau terpilih selaku presiden.
Pada 27 Juni 2014, di ketika kunjungannya ke Pondok Pesantren Babussalam, Jokowi menegaskan dukungannya dengan menyatakan, “Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, saya mendukung 1 Muharram ditetapkan selaku Hari Santri Nasional.” Pernyataan ini bahkan eksklusif ia tandatangani, menampilkan keseriusannya dalam menyanggupi janji tersebut.
Lebih lanjut, Jokowi juga menyinari pentingnya kiprah santri dan pondok pesantren dalam upaya revolusi mental di Indonesia. Menurutnya, santri dan pesantren memegang kunci penting dalam pembentukan abjad bangsa, khususnya dalam hal sopan santun karimah, kebijaksanaan pekerti, dan nilai-nilai luhur yg diajarkan terhadap para santri. Pesantren menjadi benteng utama dalam mengajarkan nilai-nilai ini, yg dianggap utama dalam menghadapi tantangan kebangsaan dan sosial yang masih dihadapi Indonesia hingga di ketika ini.
Penetapan Hari Santri Nasional oleh Kepala Negara Jokowi pada jadinya menjadi salah sesuatu langkah positif dalam menampilkan penghargaan terhadap pertolongan besar santri dan ulama dalam usaha bangsa, baik di masa kemerdekaan hingga sekarang.
Adapun penyeleksian tanggal 22 Oktober selaku Hari Santri mengacu pada tanggal Resolusi Jihad yg dikumandangkan KH. Hasyim Asy’ari pada 1945.
Awal Mula Penetapan Hari Santri Nasional
Penetapan Hari Santri Nasional yang kini diperingati setiap tanggal 22 Oktober lewat proses panjang yang melibatkan diskusi intensif dan kajian mendalam. Keputusan Kepala Negara (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 ihwal Hari Santri ialah puncak dari serangkaian pembicaraan yg ditangani oleh aneka jenis elemen, tergolong pemerintah, ormas-ormas Islam, serta komunitas pesantren.
Langkah pertama menuju penetapan Hari Santri dimulai dengan penyusunan naskah akademik selaku landasan argumen. Naskah ini disusun oleh Suwendi bareng Marzuki Wahid dan melibatkan kajian literatur yang mendalam. Naskah tersebut menyinari pentingnya pesantren selaku forum pendidikan yang memiliki kiprah besar, tidak hanya dalam hal agama, tapi juga dalam membentuk abjad bangsa lewat dakwah dan pelestarian budaya.
Pada 22-24 April 2015, dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) pertama di Hotel Salak Bogor. Diskusi ini melibatkan 90 penerima dari aneka jenis ormas Islam, akademisi, dan Kementerian Agama RI. Forum tersebut menyepakati pentingnya penetapan Hari Santri selaku bentuk penghargaan terhadap pertolongan santri dalam sejarah bangsa.
Setelah FGD pertama, rangkaian meeting dan konferensi selalu berlanjut. Surat resmi dari Menteri Agama RI pun diajukan terhadap Presiden Jokowi pada 23 Juni 2015 bagi memperkuat tawaran penetapan Hari Santri. Pada 31 Juli 2015, tawaran ini mendapat jawaban positif dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), menunjukan bahwa langkah menuju pengukuhan makin dekat.
FGD kedua yg diadakan pada 15 Agustus 2015 di Hotel Arnava, Bogor. Pertemuan ini mengukuhkan kontrak dari aneka macam pihak terkait, mulai dari kementerian hingga organisasi Islam besar, bahwa Hari Santri mesti ditetapkan.
Akhirnya, setelah melalui aneka jenis diskusi dan konsolidasi, Hari Santri Nasional resmi ditetapkan lewat Keppres pada tanggal 22 Oktober 2015.
Tokoh Sejarah di Balik Hari Santri Nasional
Sejarah mencatat, santri memiliki kiprah yg sungguh besar dalam menjaga kemerdekaan Indonesia. Berikut beberapa tokoh ulama dan santri yg berperan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia:
1. KH Hasyim Asy’ari (Nahdlatul Ulama)
2. KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah)
3. KH Ahmad Hasan (Pesis)
4. Syekh Ahmad Surapati (Al Irsyad)
5. Kiai Mas Abdurahman (Mathlaul Anwar)
6. Kiai M Basumi (PETA)
7. Kiai Sutalaksona (PETA)
8. Kiai Parjangan dari Priangan (PETA)
9. Kiai Hamid dari Priangan (PETA)
10. Kiai Mas Poer dari Bojonegoro (PETA)
11. Kiai Khaliq Hasim dari Gresik (PETA)
12. Kiai Tubagus Ahmad Khatib dari Banten (PETA)
13. Kiai Oyong Ternaja dari Banten (PETA)
14. Kiai Syam’un dari Banten (PETA)
15. Kiai Mas Mulyadi Joyomartono dari Solo (PETA)
16. Kiai Idris dari Yogya (PETA)
17. Kiai Abdulbin Nuh dari Bogor (PETA)
18. Kiai Iskandar Sulaiman dari Malang (PETA)
19. Kiai Nurjadman dari Tegal (PETA)
20. Kiai Amin Jafar dari Madura (PETA)
21. Kiai Abdul Hamid Mudari dari Sumenep (PETA)
Demikianlah ulasan lengkap ihwal aktivis Hari Santri Nasional dan sejarah di balik penetapannya. Selamat memperingati Hari Santri Nasional 2024!
Baca juga: wikipedia |